ZAINULLAH HUSNAN

Tulis, Silat, Pengobatan, komunikasi, dan Spiritual

Full-Width Version (true/false)

LightBlog

Jumat, 23 Agustus 2013

MEMILIH BERPIKIR BAIK

K
eadaan memang belumlah baik, kondisi ekonomi belum merata, ada yang kaya se kaya-kayanya ada yang sekedar sehari sekali untuk makan. Diperparah tingkah laku elit yang punya kelainan dengan mengutamakan kemaslahatan sendiri dengan mengkorupsi uang negara, kebijakan yang dikondisikan demi memuluskan kongkalikong. Namun jangan kekacauan ini mampu menindas kita dalam ketulusan apalagi sampai perilaku amoral ini dijadikan identitas kebangsaan serta budaya kebangsaan.

Identitas adalah karakter  yang melekat pada sesuatu seperti api yang bercirikan panas, namun dalam kehidupan berbangsa dengan varian perilaku, tolak ukur identitas tidak ditentukan berdasar dominasi perilaku, pernyataan-pernyataan bahwa korupsi dan tindakan amoral lainnya sudah menjadi budaya bangsa- yang sebenarnya lahir dari bentuk kegeraman atas keadaan- jangan  sampai memberangus keberadaan orang-orang yang masih tulus dan jujur di bangsa ini. Masih ada ibu-ibu yang tulus mengasuh anak-anaknya, bapak-bapak yang mencari nafkah dengan jujur untuk keluarganya, hubungan persekawanan yang dibangun dengan kemurnian rasa serta berderet kebaikan yang masih ada di bangsa ini.

Memang keadaan sedang buruk tapi jangan ini menjadikan kita berkecil hati dan menjadi bagian arus besar yang sedang berkuasa. Ini kehidupan, Tuhan menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, ada baik ada buruk, ada siang ada malam. Tidak akan ada baik jika tidak ada buruk begitupun sebaliknya, ibarat mata uang logam yang tak terpisah, itu sesuatu yang niscaya. Ada pertanyaan, melihat keadaan seperti ini kenapa manusia merusak begitu banyak? Padahal dikatakan manusia itu cenderung fitrah.

Saat individu memutuskan untuk mengambil satu tindakan tertentu, itu yang terbaik bagi dirinya pada waktu itu, lepas dari ukuran-ukuran orang lain dan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungannya. Dalai Lama dalam buku Healing Emotion mengatakan “kalau kita lihat sejarah lebih dari satu juta tahun keberadaan manusia, saya rasa pembangunan itu lebih banyak daripada kehancuran. Biasanya, kalau sesuatu yang merusak itu terjadi, kita terkejut, karena sifat kita sebagai manusia adalah penuh kasih sayang dan lembut. Kalau hal-hal yang menyenangkan terjadi, kita menganggapnya biasa-biasa saja. Kehancuran membuat kesan yang lebih besar, jadi kita anggap kehancuran itu lebih banyak daripada sesuatu yang lebih lembut seperti pembangunan”.

Sudah jelas bahwa kebaikan itu masih lebih banyak dari keburukan bahkan nilainya lebih besar. kebaikan itu unsur Tuhan jelas nilainya lebih besar, dalam islam tatkala seseorang masuk dalam agama islam maka keburukan yang dilakukan sebelum ia islam dihapuskan karena sebanyak apapun perbuatan buruk yang dilakukan jika dibagi dengan kebaikan berislam dimana kebaikan adalah unsur ke-Tuhan-an, dimana Tuhan tak terbatas maka hasilnya adalah ketakterbatasan.

Oleh sebab itu mari gunakan energi kita untuk hal yang lebih produktif daripada digunakan untuk menghujat dan memunculkan perasaan-perasaan negatif yang memberi dampak tidak baik bagi diri kita. salam     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar