Kemarin malam
saya ikut latihan pencak, setelah pulang ke Gresik bersua kangen dengan anak
istri serta menghadiri undangan pernikahan salah satu kerabat. Niat awal tiga
hari akhirnya molor jadi satu minggu, karena paman saya kenduri kehamilan 7
bulan istrinya serta selamatan pindah ke rumah baru.
Malam itu, saya
dan kawan Pay datang lebih dulu. Ia instruktur yang memimpin kami latihan. Jika
para pesilat identik dengan tubuh kekar nan atletis, tidak demikian dengan kami,
kami bertubuh pendek dan kecil. Namun Ada satu yang sama, beberapa pesilat
mendapat julukan pendekar, kami juga seorang pendekar yaitu pendek dan kekar.
Lumayan, masih ada satu hal yang sama walaupun berbeda makna.
Maaf kawan Pay, saya
harus melibatkanmu dalam urusan ke pendekaran ini. Bagi orang-orang mungil tak
usah berkecil hati, tubuh pendek meniscayakan otak dan hati lebih dekat
sehingga memutuskan sesuatu masih melibatkan keduanya. Dulu saya berpikir tubuh
pendek akan lebih mudah dijatuhkan dalam perkelahian sehingga saya perlu
membekali diri dengan seni bertarung. Tapi setelah saya masuk dan belajar,
nyatanya pencak silat jauh sekali dari cara berpikir seperti itu.
Sampai di tempat
latihan, segera saya pakai seragam dan mengikatkan tali sabuk di lingkar perut.
Ada perasaan gagah dan keren, saya adalah pesilat, saya adalah pendekar, saya
merasa powerfull dan tetap rendah hati. Kira-kira perasaan apa yang muncul jika
saya memakai seragam polisi, mungkinkah saya merasa menjadi pribadi pengayom,
pelindung dan pelayan bagi masyarakat sesuai semboyan kepolisian, atau mungkin
saja saya merasa punya wewenang jadi pemalak berseragam di perempatan jalan.
Lalu dengan seragam pejabat, mungkinkah saya akan bermental pelayan publik atau
justru saya melihat ini sebagai peluang menjadi penjahat berkerah putih. Saya
tak tahu karena saya belum memakai keduanya.
Selang lima belas
menit beberapa kawan juga datang, setelah semua memakai seragam kawan pay
memanggil kami untuk melingkar dan duduk bersimpuh, latihan dibuka dengan
berdoa bersama. Malam itu guru besar tak hadir, sehingga latihan sepenuhnya
dipimpin oleh kawan pay. Pemanasan dimulai dengan berlari memutari aula dan
dilanjut dengan gerakan ringan melenturkan tubuh mulai dari kepala, leher,
tangan perut hingga kaki. Dan itu sudah cukup membuatku bermandi keringat.
Selain guru
besar, beberapa kawan juga tak hadir pada malam itu, salah satunya kawan Amin.
Ia melakukan penelitian untuk tesis S 2 nya di Sumenep. Ia termasuk salah satu
kawan yang unik, ia pandai membuat julukan-julukan. Ada juga kawan Imran, Ia
dijuluki siluman naga kanan oleh kawan Amin, sekarang, ia di Malaysia. Julukan
ini ia dapat, Karena dari beberapa gerakan yang kami pelajari, setiap ia belajar
merangkainya, gerakannya lebih di dominasi pukulan naga kanan. Ia terlalu mahir
dengan gerakan ini. Saya pun tak luput dari kawan Amin, ia memberikan julukan
pada saya siluman ongguk (manggut-manggut). Berawal dari saya latihan, saat
memperagakan gerakan silat tanpa sadar kepala saya ikut bergerak-gerak padahal
tak ada musik dangdut yang membuat saya harus manggut-manggut.
Saya merenung
perihal kepala yang bergerak-gerak, kemudian menemukan sebuah hipotesa atas
fenomena manggut-manggut ini, namun tak perlu saya sampaikan disini. Kembali ke
saudara Amin, kenapa semua julukannya diawali dengan siluman? mungkin saja karena
ia banyak nonton film siluman-siluman, film yang jadi trend belakangan ini.
Malang, 19
Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar