ZAINULLAH HUSNAN

Tulis, Silat, Pengobatan, komunikasi, dan Spiritual

Full-Width Version (true/false)

LightBlog

Kamis, 29 Maret 2018

Kawan Pay, Seragam dan Siluman-siluman



Kemarin malam saya ikut latihan pencak, setelah pulang ke Gresik bersua kangen dengan anak istri serta menghadiri undangan pernikahan salah satu kerabat. Niat awal tiga hari akhirnya molor jadi satu minggu, karena paman saya kenduri kehamilan 7 bulan istrinya serta selamatan pindah ke rumah baru.

Malam itu, saya dan kawan Pay datang lebih dulu. Ia instruktur yang memimpin kami latihan. Jika para pesilat identik dengan tubuh kekar nan atletis, tidak demikian dengan kami, kami bertubuh pendek dan kecil. Namun Ada satu yang sama, beberapa pesilat mendapat julukan pendekar, kami juga seorang pendekar yaitu pendek dan kekar. Lumayan, masih ada satu hal yang sama walaupun berbeda makna.

Maaf kawan Pay, saya harus melibatkanmu dalam urusan ke pendekaran ini. Bagi orang-orang mungil tak usah berkecil hati, tubuh pendek meniscayakan otak dan hati lebih dekat sehingga memutuskan sesuatu masih melibatkan keduanya. Dulu saya berpikir tubuh pendek akan lebih mudah dijatuhkan dalam perkelahian sehingga saya perlu membekali diri dengan seni bertarung. Tapi setelah saya masuk dan belajar, nyatanya pencak silat jauh sekali dari cara berpikir seperti itu.

Sampai di tempat latihan, segera saya pakai seragam dan mengikatkan tali sabuk di lingkar perut. Ada perasaan gagah dan keren, saya adalah pesilat, saya adalah pendekar, saya merasa powerfull dan tetap rendah hati. Kira-kira perasaan apa yang muncul jika saya memakai seragam polisi, mungkinkah saya merasa menjadi pribadi pengayom, pelindung dan pelayan bagi masyarakat sesuai semboyan kepolisian, atau mungkin saja saya merasa punya wewenang jadi pemalak berseragam di perempatan jalan. Lalu dengan seragam pejabat, mungkinkah saya akan bermental pelayan publik atau justru saya melihat ini sebagai peluang menjadi penjahat berkerah putih. Saya tak tahu karena saya belum memakai keduanya.

Selang lima belas menit beberapa kawan juga datang, setelah semua memakai seragam kawan pay memanggil kami untuk melingkar dan duduk bersimpuh, latihan dibuka dengan berdoa bersama. Malam itu guru besar tak hadir, sehingga latihan sepenuhnya dipimpin oleh kawan pay. Pemanasan dimulai dengan berlari memutari aula dan dilanjut dengan gerakan ringan melenturkan tubuh mulai dari kepala, leher, tangan perut hingga kaki. Dan itu sudah cukup membuatku bermandi keringat.

Selain guru besar, beberapa kawan juga tak hadir pada malam itu, salah satunya kawan Amin. Ia melakukan penelitian untuk tesis S 2 nya di Sumenep. Ia termasuk salah satu kawan yang unik, ia pandai membuat julukan-julukan. Ada juga kawan Imran, Ia dijuluki siluman naga kanan oleh kawan Amin, sekarang, ia di Malaysia. Julukan ini ia dapat, Karena dari beberapa gerakan yang kami pelajari, setiap ia belajar merangkainya, gerakannya lebih di dominasi pukulan naga kanan. Ia terlalu mahir dengan gerakan ini. Saya pun tak luput dari kawan Amin, ia memberikan julukan pada saya siluman ongguk (manggut-manggut). Berawal dari saya latihan, saat memperagakan gerakan silat tanpa sadar kepala saya ikut bergerak-gerak padahal tak ada musik dangdut yang membuat saya harus manggut-manggut.

Saya merenung perihal kepala yang bergerak-gerak, kemudian menemukan sebuah hipotesa atas fenomena manggut-manggut ini, namun tak perlu saya sampaikan disini. Kembali ke saudara Amin, kenapa semua julukannya diawali dengan siluman? mungkin saja karena ia banyak nonton film siluman-siluman, film yang jadi trend belakangan ini.           
Malang, 19 Februari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar