ZAINULLAH HUSNAN

Tulis, Silat, Pengobatan, komunikasi, dan Spiritual

Full-Width Version (true/false)

LightBlog

Rabu, 15 Januari 2014

REMAH KECIL DITENGAH JUTAAN KEHIDUPAN

Pagi ini, aku bangun dengan hidung tersumbat, aku duduk sebentar mengembalikan kesadaran lalu kulanjut dengan mengamati nafas yang keluar masuk melalui hidung, dan seperti sebelumnya metode ini manjur, kini hidungku plong, tak lagi tersengal-sengal. Saat ini aku duduk di depan laptop belajar untuk mencatat, aku tekan-tekan tuts keyboard entah jadi apa catatan ini nanti.

Aku ingat pelajaran tadi malam, saat latihan silat, guruku mengatakan bahwa silat itu seperti orang belajar membaca alquran, untuk bisa merangkai huruf, kamu harus mengusai alif ba ta sa dan berbagai kerangka dasarnya, setelah itu kamu bisa merangkai bacaan. Silat seperti main gitar kamu harus menguasai dasarnya juga, chordnya serta alur permainan nadanya, bisa saja kamu mempelajari satu lagu dengan bertanya chordnya namun itu tidak membuat kamu menjadi cerdas karena untuk lagu-lagu yang lain kamu akan bertanya lagi. Belajar silat sama halnya juga dengan orang memasak, harus tahu bumbu-bumbu dasar, baru setelah itu kamu bisa menentukan ingin nasi goreng, rawon atau gado-gado.

Silat tak jauh berbeda dengan beberapa hal itu, aku mengajarkan kalian dasar dari semua gerakan, setelah kalian tahu, kalian bisa meramu sendiri menjadi jurus-jurus karena dari dasar yang kalian pahami serta alur gerakan yang telah kalian kuasai, kalian bisa mencipta jurus sebanyak-banyaknya. Namun yang terpenting bukan menguasai banyak jurus tetapi efektifitas gerak.

Lalu bagaimana dengan kehidupan normal, tak jua berbeda dengan silat. Kemarin saya ke Bedengan bersama beberapa orang dari kalian, rerumputan dan semak belukar disana tumbuh subur, padahal tidak ada orang yang memberi pupuk, menyirami setiap pagi atau melindungi dari hama. Nyatanya ia tumbuh subur dan sehat, begitulah alam yang hidup dengan alur kealamiannya, hidup secara alami dengan mengikuti kodrat yang Tuhan gariskan akan membawa kepada kehidupan yang tenteram dan nyaman. Penderitaaan muncul karena ketidakmampuan menerima pada kehidupan. Namun penderitaan juga jika disadari bahwa ia bagian dari kehidupan yang harus kita terima niscaya ia bukan lagi menjadi penderitaan. Sambil menulis ini mataku separuh terbuka separuh tertutup karena aku hanya ingin mengeluarkan yang ada di isi kepalaku kadang aku sedikit memejamkan mata lalu membuka kembali dan kulanjutkan menuangkan pikiranku dalam bentuk catatan-catatan. Saya katakan catatan karena menulis adalah untuk para penulis dan gelar penulis kesannya adalah untuk orang-orang dengan karya tulis yang besar-besar. Menulis untuk orang yang sudah hebat, orang yang benar-benar ahli oleh karena itu saya memilih ini sebagai sebuah catatan. Catatan yang benar-benar biasa seperti diriku yang biasa-biasa saja.

Sebagaimana diriku yang biasa-biasa saja, bagiku kehidupan ini juga biasa. Lawan biasa adalah istimewa. Katanya, orang-orang yang istimewa adalah orang yang melakukan hal-hal besar. Namun biasa atau istimewa ia hanya penilaian-penilaian. kalau kita masuk pada kesadaran yang lebih tinggi, biasa atau istimewa adalah bagian dari kehidupan, bahwa harus ada biasa supaya ada istimewa. Karena unggul atau tidak unggul itu lahir dari perbandingan, maka penilaian itu ada. Seadainya cara pandang kita ubah bahwa tak ada istimewa tanpa ada yang biasa. Maka posisi istimewa dan biasa menjadi sejajar tak ada yang lebih unggul dari salah satunya.

Musik berhenti sejenak dan aku juga berhenti sambil menoleh keluar kamar, hujan mulai mengguyur dan aku mematung sambil mendengarkan bulir-bulir air yang beradu dengan atap seng. Kesadaranku kembali bahwa aku harus meneruskan catatan ini, kembali kutekan-tekan tuts keyboard, tiba-tiba hand phone berdering, aku angkat dan istriku mengucap salam di seberang sana. Ia lagi menemani anakku belajar merangkak, aku bertanya tentang perkembangannya, jawabannya cukup menentramkan hati ditambah pula kekehan anakku terdengar lamat-lamat. Ia cerita, kemarin ia pijat dan katanya si tukang pijat bahwa urat-uratnya kocar-kacir dan beberapa vonis yang saya kira kurang baik untuk di dengarkan, bukan kekhawatiran namun alangkah baiknya itu tidak dikatakan karena kadangkala seorang pasien tak perlu tahu seberapa parah sakit yang ia derita, cukup pasien fokus saja pada apa yang ia inginkan. jika ia ingin sembuh fokus saja pada kesembuhan itu sendiri.

 Pada satu kesempatan saya membaca e-book dengan judul The Science of Getting Rich. Menarik bukan, ternyata menjadi kaya itu ada ilmu ilmiahnya. Di dalam buku itu ditulis bahwa manusia adalah makhluk berpikir dan melahirkan pemikiran, semua bentuk yang diwujudkan oleh manusia dengan tangannya mula-mula ada di dalam benaknya, orang tidak bisa membentuk sesuatu tanpa menciptakan bentuk tersebut di dalam pemikirannya terlebih dahulu. Yup, saya langsung setuju dengan isi buku ini, saya ingat dulu waktu masih kecil, anak tetanggaku makan buah apel, aku melihatnya sembari menelan air ludah, sampai di rumah aku terbayang-bayang dan membayangkan ada orang yang membawa sekeranjang buah apel. Ajaibnya keesokan harinya tatkala aku tak lagi ingat dengan buah apel itu, ada kerabat datang ke rumah dengan sekeranjang buah apel. Dari beberapa pelatihan kekuatan pikiran yang pernah saya ikuti, salah satu trainer berkata bahwa saat informasi yang kita dapat dari luar masuk dan menjadi bentuk pikiran lalu muncul perasaan tertentu maka kemungkinan besar ia akan mewujud menjadi kenyataan.

Aku mencatat ini mengikuti sesuatu yang muncul dalam benakku dari lembar ke lembar pengalaman berikutnya sesuai kehendak pikiranku merambah pengalaman yang terjadi kemarin, lusa atau saat ini. Dan bagiku begitu pula kehidupan, ia mengalir dari satu bentuk kehidupan ke kehidupan yang lain, mungkin puluhan, ratusan bahkan jutaan bentuk kehidupan. Pernah aku duduk di trotoar pinggir jalan melihat kendaraan yang lalu lalang, ada roda dua, ada roda empat. Di ujung pertigaan, kendaraan mengular, bunyi klakson bersahut-sahutan, ditingkahi teriakan pengemudi yang berteriak dengan geram, ditengah pertigaan mobil melintang ke arah kiri sementara mobil yang lain hendak berbelok ke kanan, tak ada yang mau mengalah, aku hanya duduk dan memandanginya. lalu pikiranku melantak ke tempat-tempat yang lain, membayang kesibukan kota demi kota dengan bermacam aktifitasnya, ada yang lalu lalang di jalan, bercengkrama di meja-meja makan, bekerja di pabrik-pabrik, di kantor-kantor mewah, ada yang menjajakan makanan di pinggir-pinggir jalan, jogging di taman-taman, ada yang menulis dan ada membayang layaknya diriku. Dan disini Aku sadar bahwa aku hanya remah kecil diantara jutaan bentuk kehidupan.

Zainullah
Malang, 15 Januari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar