ZAINULLAH HUSNAN

Tulis, Silat, Pengobatan, komunikasi, dan Spiritual

Full-Width Version (true/false)

LightBlog

Kamis, 22 Maret 2018

GURU IBARAT LAMPU SEIN, JOK, REM, DAN GAS




            Setelah satu jam jalan kaki, kami sampai di tempat latihan. Sudah ada saudara yang lebih dulu datang, ia anggota baru, sebelum bergabung dengan kami ia pernah menekuni tasawuf. Dan guru sedang memberi wejangan kepadanya, setelah sungkem kami ikut duduk mendengarkan. Untuk melakukan perjalanan jauh pertama butuh bekal, kedua butuh peta, ketiga butuh pembimbing, begitu pula untuk menjalani kehidupan tasawauf, apa bekalmu, apa petamu, siapa petunjukmu dan apa tujuanmu. Pintu dibuka, Catur adik ipar beliau muncul dengan lima cangkir kopi. Diminum, setelah itu pemanasan kata beliau.
Kami melakukan peregangan dan melakukan pemanasan dengan gerakan dasar, memukul, menangkis, menendang, dan menghindar. Saat melakukan pukulan empat penjuru, saya menemukan penyebab sekaligus solusi kenapa power pukulan saya kurang keras. Saat perpindahan pukulan, tangan saya tidak dikembalikan utuh ke badan sehingga yang terjadi loss power, sebaliknya saat tangan dikembalikan utuh ke badan maka tenaganya lebih powerfull. Pengalaman ini senada dengan pesan beliau, sejauh apapun tangan keluar tetap ia kembali ke badan, setinggi apapun kaki menendang tetap akan turun ke bawah. Pernah juga beliau berpesan saat semua dikembalikan pada asalnya maka ia akan netral. Pemahaman-pemahaman yang beliau sampaikan kadang tidak langsung kami mengerti, seiring dengan latihan terus menerus, pelan-pelan kami paham yang beliau sampaikan. Kadang butuh waktu lama kadang juga sebentar.
Kami latihan dan beliau mengamati, setelah satu jam kami latihan, beliau berdiri dan bertanya. Apa yang dimaksud pukulan? Memberi, jawab saya, menyakiti jawa yang lain. Tanpa menanggapi jawaban kami beliau memberi pertanyaan lagi. Apa yang penting dari memukul? Tepat sasaran, power, kecepatan, jawab kami. Sekali lagi beliau tak memberi tanggapan dan memberi pertanyaan lain. Apa yang penting dari menghindar? Kecepatan, tidak kena serangan, jawab kami. Beliau tersenyum dan kami menunggu beliau bicara. Tidak ada yang penting dan tidak ada yang tidak penting. Semua berguna, semua gerakan dalam silat berguna. Kalian masih terjebak pertanyaan. Semua hal dalam kehidupan ini berguna termasuk rasa malas, karena malas mencuci, muncul jasa laundry, karena malas bertemu langsung, muncul teknologi komunikasi seperti telepon, media sosial.
Lalu apa memukul? Memukul itu reaksi memberi dan menerima lalu beliau mencontohkan reaksi memberi dan menerima. Memukul tak selalu memberi kadang ia pancingan kadang ia tangkisan, oleh karena itu ada istilah tangkis pukul, ya tangkis ya mukul.
Apa yang sulit dalam silat? Tidak ada jawab salah satu saudara, ayo ke depan panggil beliau. Satu pukulan pandita disambut dengan tangkisan  disertai puteran dan turun sempok, saudara saya terjerembab ke lantai dalam posisi tangan terkunci.
Kami sering berlatih langsung dengan beliau dari satu jurus menjadi puluhan bahkan ratusan bentuk aplikasi. Dari puluhan bahkan ratusan bentuk aplikasi, kadang kami berpikir bagaimana cara kami menghafalnya. Sampai satu waktu beliau menyampaikan dari ratusan bahkan ribuan aplikasi yang saya contohkan butuh waktu cukup lama bagi kalian untuk menghafalnya. Saya memberi dasarnya dan memberikan contoh langsung aplikasi supaya di pikiran kalian ada gambarnya sehingga nanti tinggal meng-create. Ini disebut dengan model belajar unknowing state. Begitu cara beliau setelang kami bingung baru dijelaskan.
Lalu apa yang sulit dalam silat? Tidak ada jawab kami, lalu kenapa gerakan kalian masih kurang lentur? Kami tidak tahu.
Beliau diam sejenak lalu bertanya, untuk apa kamu bersilat? Kami diam, dimana Tuhanmu saat kalian bersilat? Semakin hening, kami tunduk dan diam.  
Seperti perjalanan yang ia sampaikan kepada anggota baru tadi, beliau adalah pembimbing kami, melalui silat ia membimbing kami kenal pada diri dan akhirnya pada Tuhan. Kadang guru itu jadi lampu sein, kadang jadi gas, kadang jadi rem, kadang jadi jok. Begitu sejatinya seorang guru pesan beliau satu waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar